Cheper dan istrinya mengajak menghentikan perkawinan anak di kampungnya
Syamsul Rizal alias Cheper dan istri bekerja berjuang di desa dan lingkungannya menghentikan kekerasan dan berkampanye menghentikan perkawinan usia anak. Credit: Khaerul Azmi/Oxfam in Indonesia
Sebagai anak muda, Syamsul Rizal atau biasa dipanggil Cheper mempertanyakan mengapa dulu bisa diterima begitu saja ketika ayah memukuli ibunya. Kini, Cheper berusia 30 dan bekerja tanpa lelah bersama istrinya untuk melindungi anak perempuannya dan semua anak perempuan dari kekerasan di komunitasnya di kawasan timur Indonesia.
"Saya percaya semua orang bisa membuat perbedaan - dan saya memulai dengan diri saya sendiri," kata Cheper.
"Saat ketika saya tumbuh dewasa, ibu saya sering dipukuli oleh ayah saya. Sejak usia dini, saya tidak percaya ini dianggap normal dan diterima oleh komunitas saya.
"Seiring bertambahnya usia, saya mendapat tekanan dari lingkungan desa untuk menikahi seorang anak gadis muda. Istri saya dan saya menikah saat kami masih di sekolah. Saat itu, saya tidak menyadari bahwa saya telah menikahi seorang anak - tapi sekarang saya menyesal menikahi dia di usia muda. Saya sadar telah menghancurkan mimpinya.
"Saat ini saya menjadi pendukung keras untuk menantang apa yang dilihat sebagai hal yang normal _ seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, termasuk perkawinan anak _ itu tak dapat diterima. Saya telah membuat film dan menceritakan kisah saya. Kini saya menggunakan waktu saya untuk berbicara di sekolah menyoroti dampak negatif perkawinan anak.
"Tapi kita butuh komitmen lebih banyak: bukan hanya komunitas kita, tapi juga pemerintah, pemuka agama, dan tokoh masyarakat untuk memerangi perkawinan anak. Kami membutuhkan dukungan banyak orang untuk menjadi bagian dari upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, sehingga semakin banyak orang secara kolektif akan bertindak memerangi kekerasan dalam komunitas mereka.
"Nama yang kami berikan kepada putri kami berisi doa, dan saya berharap dia akan berhasil dalam pendidikannya dan dapat terus berjuang untuk mengatasi masalah ini di masyarakat. Harapan saya untuk masa depan adalah bahwa anak perempuan saya, atau anak gadis manapun, tidak akan harus melalui apa yang telah dialami istri saya. Kita harus melakukan sesuatu sekecil apapun daripada tidak melakukan apa-apa."
Oxfam dan mitra berkampanye untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan secara global. Termasuk di Indonesia "Stop Perkawinan Anak dan Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan."
#CUKUP! Ayo Bersama Kita Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan