"Yang Kami Butuhkan adalah Akses yang Mudah dan Setara"

Maya, penyandang disabilitas di kelurahan Talise saat memaparkan identifikasi masalah yang dialami kelompok disabilitas. Photo credit: Degina Adenessa/JMK-Oxfam
Oleh: Degina Adenessa/JMK-Oxfam
"Sebenarnya, yang kami butuhkan adalah akses yang mudah dan setara untuk hal administrasi, kesehatan, akses ke pemerintah dan lain sebagainya seperti orang-orang non-disabilitas" Seperti inilah harapan Maya, perempuan kepala keluarga yang juga penyandang disabilitas (kelainan fisik pada tangan) di kelurahan Mantikulore, kecamatan Talise, Palu, Sulawesi Tengah. Keseharian Maya diisi dengan merintis usaha rumahan sebagai pembuat kue dan makanan siap saji. "Meskipun keadaan saya terbatas, saya tidak mau bergantung ke siapa-siapa, utamanya dalam hal ekonomi, saya mau mencoba mandiri," tutur Maya.
Maya bercerita, sejak jaman sekolah hingga sekarang, tidak terbersit sedikitpun rasa kecil hati untuknya memperoleh kesempatan yang sama. "Saya ini tipikal orang yang percaya diri, dulu saya dilarang sekolah oleh orang tua, karena mereka tidak mau saya kena bully-an, tapi saya paksa harus sekolah meskipun bingung sendiri bagaimana cara supaya saya bisa menulis." Pendidikan Maya berlanjut hingga ke jenjang perkuliahan. Di bangku kuliah, Maya mengambil jurusan teknik di salah satu universitas negeri di Palu. Pendidikan Maya di bangku kuliah tidak selesai. Dia beralih mengambil kursus komputer dan bahasa inggris.
Dalam hal bersosial, perjalanan Maya di dunia pendidikan terbilang lancar saja. "Hanya sedikit yang mungkin belum bisa menerima keterbatasanku, utamanya waktu masih di sekolah dasar hingga ke sekolah menengah pertama. Di saat itu banyak mendapat bully-an, mungkin juga karena masih anak-anak, belum paham," tuturnya.
Terhadap akses layanan, Maya merasa sudah ada upaya untuk menghilangkan kemungkinan diskriminasi, namun diskriminasi pada disabilitas kerap kali terjadi. Semisal masih sulitnya disabilitas memperoleh layanan publik yang mereka butuhkan. Tidak banyak fasilitas layanan kesehatan yang ramah difabel, baik dari sisi fasilitas fisik maupun layanan. Begitu pula dalam hal akses terhadap informasi kesehatan. "Kami (penyandang disabilitas) cenderung sulit untuk akses terhadap layanan publik. Sebenarnya, yang kami butuhkan adalah akses yang mudah dan setara untuk hal administrasi, kesehatan, akses ke pemerintah dan lain sebagainya seperti orang-orang non-disabilitas."
Lebih lanjut, Maya juga berpendapat, hingga saat ini, penyandang disabilitas belum diberi ruang yang setara dalam menyuarakan pendapat. "Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana pembangungan. Padahal, saya rasa suara kami diperlukan karena pembagunan yang tidak ramah disabilitas itu kami yang rasakan,"keluhnya. Hal ini yang menjentik Maya untuk mau terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat yang berfokus pada kelompok rentan. Maya merupakan salah satu anggota kelompok rentan yang dibentuk JMK-Oxfam di fase lll pemulihan pasca bencana gempa dan tsunami Sulawesi Tengah. Dia dipercaya menjadi Ketua kelompok rentan Kecamatan Talise.
Kelompok rentan sendiri merupakan salah satu wadah yang diharap mampu mendorong keterlibatan perempuan, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang disabilitas, kelompok anak, kelompok inklusi, lansia serta kelompok rentan lainnya secara setara dalam segala tatanan baik di lini perekonomian, sosial, budaya, pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. "Kelompok rentan dibentuk agar ada keterlibatan teman-teman yang selama ini termarjinalkan. Kita harus melibatkan seluruh komponen masyarakat termasuk kaum disabilitas yang selama ini tidak terakomodir di mana sebenarnya mereka punya hak untuk dilibatkan dan akses yang merata," tutur Elfiani, officer Disabilitas JMK Oxfam.
Lebih jauh, Elfi menjelaskan, kelompok rentan yang dibentuk selanjutnya akan diberi pemahaman mengenai pengorganisasian kelompok rentan, kepemimpinan perempuan," jelasnya. Kelompok rentan tersebut, akan disinergikan dengan program pemerintah dan mendorong legalitas pemerintah dari jenjang tingkatan mulai dari tingkat Desa hingga provinsi. "Kami membentuk kelompok rentan ini di 33 desa."
Dan memang, menurut Elfi, dari hasil Focus Group Disscusion (FGD) Pengarusutamaan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial serta pengidentifikasian masalah, cenderung kelompok rentan masih bermasalah di pendataan kesehatan, hak kependudukan, dan masih banyak juga orang yang gangguan jiwa tidak terakomodir secara administrasi."