Seiringan dengan pertemuan seluruh Menteri Kesehatan secara virtual dalam Majelis Kesehatan Dunia pada 18 Mei, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, bersama dengan lebih dari 140 pemimpin dunia dan para ahli berdiri bersama untuk bersatu di belakang vaksin rakyat melawan Covid-19. Para pemimpin menuntut agar semua vaksin, pengobatan dan tes bebas paten, dapat diproduksi secara massal, didistribusikan secara adil dan tersedia bagi semua orang, di semua negara, gratis.
Advokasi ini mendesak seluruh pemerintah dan perusahaan farmasi di dunia untuk menjamin bahwa vaksin, tes, dan perawatan akan bebas paten dan didistribusikan secara merata ke semua negara dan masyarakat. Kesepakatan harus ditetapkan dalam Majelis Kesehatan Dunia yang akan dihadiri oleh menteri kesehatan dari 194 negara.
"Indonesia menyerukan kerjasama konkret untuk akses yang adil dan tepat waktu terhadap obat dan vaksin yang bisa menyembuhkan COVID-19 dengan harga terjangkau," kata Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia. "Indonesia percaya sudah saatnya dunia merangkul solidaritas global untuk melawan ancaman bersama ini. Jadi, jika dan saat, obat atau vaksin ditemukan, kita harus pastikan tidak ada yang tertinggal".
Dukungan Indonesia untuk vaksin yang terjangkau, konsisten dengan advokasi pemerintah Indonesia di ASEAN yang menyerukan solidaritas regional untuk berbagi informasi, praktik terbaik, penelitian dan pengembangan epidemiologi, dan sumber daya. Pada April 2020, anggota negara ASEAN sepakat untuk bekerja bersama untuk melindungi rakyat ASEAN. Pemerintah Indonesia sedang menjadi Pemimpin dari Foreign Policy Global Health Initiative pada tahun 2020, dengan komitmen untuk menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau bagi semua orang.
“Peran Indonesia sangat penting untuk mewakili suara Asia, dan kekuatan dari Selatan dalam Majelis Kesehatan Dunia. Pemerintah harus mengadvokasi kemitraan global yang lebih kuat di antara negara-negara berkembang.” kata Maria Lauranti, Country Director Oxfam di Indonesia.
Para pemimpin dunia yang turut mendukung advokasi ini mengakui bahwa kemajuan sedang dibuat dan bahwa banyak negara dan organisasi internasional bekerja sama secara multilateral dalam penelitian dan pengembangan, pendanaan dan akses, termasuk sambutan US $ 8 miliar yang dijanjikan pada 4 Mei di maraton janji internasional Uni Eropa.
Oxfam memperingatkan, jika negara-negara kaya dan perusahaan farmasi besar hanya mengedepankan kepentingan negara dan sektor privatnya tanpa mempertimbangkan kondisi negara lain, maka vaksin akan semakin sulit diakses oleh kelompok rentan, terutama mereka yang tinggal di negara berkembang. Jose Maria Vera, Direktur Eksekutif Oxfam International mengatakan:
“Biaya untuk memberi vaksin kepada 3,7 miliar orang lebih murah dibandingkan dengan biaya dan keuntungan sepuluh perusahaan farmasi terbesar dalam empat bulan. Apa pun yang menghambat vaksin tersedia secara gratis bagi mereka yang membutuhkan adalah sebuah tindakan keji.”
Memberi vaksin Corona pada kelompok masyarakat yang paling miskin - 3,7 miliar orang di dunia sesungguhnya menelan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan sepuluh perusahaan farmasi terbesar dalam empat bulan, kata Oxfam hari ini.
Gates Foundation memperkirakan bahwa biaya pengadaan dan pengiriman vaksin yang aman dan efektif untuk orang-orang termiskin di dunia adalah Rp 372,2 biliun. Tahun lalu, sepuluh besar perusahaan farmasi menghasilkan untung Rp 1,4 biliar - rata-rata Rp 447,9 biliun setiap empat bulan.
Setelah vaksin atau perawatan dikembangkan, terdapat risiko tinggi bahwa pemerintah yang kaya akan memaksakan jalan mereka ke depan antrian dan mengalahkan negara-negara miskin dan berkembang, seperti yang terjadi dalam perebutan pasokan medis penting lainnya seperti alat pelindung diri dan oksigen.
Banyak negara miskin tidak dapat mengakses vaksin esensial dan obat-obatan karena aturan paten yang memberi hak monopoli perusahaan farmasi dan kekuatan untuk menetapkan harga jauh di atas apa yang mereka mampu. Pneumonia adalah pembunuh terbesar anak-anak di bawah usia lima tahun, dengan dua ribu anak meninggal setiap hari. Setelah lebih dari satu dekade, jutaan anak belum memiliki akses ke vaksin pneumonia yang dipatenkan dan diproduksi oleh perusahaan farmasi asal Amerika Pfizer dan GlaxoSmithKline karena biayanya yang tinggi. Kedua perusahaan ini baru mengurangi harga pada 2016 setelah adanya kampanye oleh Médecins San Frontieres selama bertahun-tahun yang diberikan pada negara-negara yang paling miskin. Walau begitu, masih ada jutaan anak lainnya belum memiliki akses terhadap vaksin tersebut. Maka, Oxfam menyerukan empat poin rencana global:
- Kewajiban keterbukaan akses terhadap semua pengetahuan, data, dan kekayaan intelektual terkait Covid-19, serta berkomitmen membuat semua pendanaan publik digunakan untuk perawatan, atau vaksin yang dibuat bebas paten dan dapat diakses oleh semua orang.
- Membuat komitmen untuk menambah kapasitas produksi dan distribusi vaksin global dengan pendanaan dari pemerintah negara kaya. Ini berarti membangun pabrik di negara-negara yang mau berbagi dan berinvestasi dalam jutaan pekerja kesehatan tambahan yang diperlukan untuk memberikan pencegahan dan perawatan kini dan nanti.
- Rencana distribusi yang adil dan disepakati secara global, memastikan pasokan didasarkan pada kebutuhan, bukan kemampuan membayar. Vaksin, perawatan, dan tes harus diproduksi dan dipasok dengan biaya serendah mungkin oleh pemerintah dan lembaga, idealnya tidak lebih dari $ 2 atau Rp 30 ribu per dosis untuk vaksin, serta diberikan gratis pada semua orang yang membutuhkan.
- Membuat komitmen untuk memperbaiki sistem buruk yang terjadi dalam penelitian dan pengembangan obat-obatan baru. Saat ini, sistem menempatkan keuntungan farmasi di atas kesehatan masyarakat di seluruh dunia; obat-obatan yang penting namun tidak menguntungkan perusahaan yang tidak menguntungkan lantas tak dikembangkan, sementara obat-obatan yang tidak terjangkau oleh negara dan orang-orang termiskin selalu diproduksi demi keuntungan perusahaan.
Lebih lanjut, Vera menyimpulkan, “Memberikan vaksin yang terjangkau untuk semua orang akan membutuhkan kerja sama global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah harus mengutamakan kesehatan orang di atas paten dan keuntungan perusahaan farmasi. Pemerintah harus memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal.”
Dokumen lanjutan untuk kebutuhan latar belakang tersedia berdasarkan permintaan. Gates Foundation telah memperkirakan biaya produksi, distribusi vaksin serta mengkonfirmasi bahwa biaya tersebut berkaitan dengan produksi dan distribusi di negara berpenghasilan menengah ke bawah dan rendah saja. Keuntungan tahun 2019 untuk sepuluh besar perusahaan farmasi dapat ditemukan di sini. Keputusan monopoli Gilead dapat ditemukan di sini, masa depan biaya Gilead untuk remdesivir di sini dan biaya potensial remdesivir per pasien di sini.
Oxfam percaya bahwa vaksin idealnya diproduksi dan dihargai tidak lebih dari $ 2 atau Rp 30 ribu per dosis. Harga tersebut adalah wajar dan perlu untuk ditetapkan mengingat bahwa vaksin kompleks baru untuk pembunuh besar seperti pneumonia sudah tersedia untuk harga ini.
Silakan ikuti link berikut untuk melihat daftar pemimpin dunia dan ahli yang mendukung advokasi Vaksin untuk semua: https://www.unaids.org/en/resources/presscentre/featurestories/2020/may/20200514_covid19-vaccine-open-letter